Perunggu, band indie asal Jakarta, udah jadi sorotan dalam skena musik independen Indonesia. Dengan formasi Maul Ibrahim (vokal/gitar), Ildo Alfareza (gitar), Adam Adenan (bass), dan Hendra Araji (drum), mereka menghadirkan musik rock penuh distorsi, lirik puitis berbahasa Indonesia, dan energi panggung yang membakar semangat.
Sejak merilis single seperti “Prematur” dan “Bukan Ruang Hampa”, Perunggu langsung menarik perhatian berkat sound gitar yang tebal, ritme menghentak, dan lirik yang menggambarkan keresahan serta semangat kaum muda. Keberanian mereka menggunakan bahasa Indonesia dalam lirik menjadi angin segar di tengah dominasi lirik berbahasa Inggris di banyak band indie.
Album debut mereka, “Memorandum” (2023), menandai kedewasaan musikalitas Perunggu. Album ini tidak hanya menyajikan lagu-lagu anthemic yang cocok untuk mosh pit, tetapi juga menampilkan sisi melankolis dan reflektif melalui aransemen yang lebih kompleks dan eksplorasi sound yang lebih luas. Lagu-lagu seperti “Biang Keladi”, “Tarung”, dan “Derap Deru” menjadi soundtrack bagi berbagai emosi dan pengalaman anak muda.
Penampilan live Perunggu juga menjadi daya tarik utama. Energi yang mereka pancarkan di atas panggung sangat menular, dengan aksi panggung yang liar namun tetap terarah, serta interaksi Maul dengan penonton yang membuat suasana semakin hidup. Perunggu membuktikan bahwa mereka bukan sekadar band indie biasa, melainkan representasi semangat dan keresahan generasi muda Indonesia dalam bentuk musik yang autentik dan penuh semangat
Penulis: Ahmad Aufal Marom (Bimo)
Editor: Muaimin Saifullah (Gibran)









